cc. Pelaku adalah Setiap orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual maupun institusi atas pelanggaran hak asasi manuasia yang terjadi di Aceh.
dd. Subjek hukum adalah orang dan/atau badan hukum
ee. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan komisi untuk mencari dan menemukan peristiwa ada idaknya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa konflik Aceh dengan tetap berlandaskan pada prinsip kemanusiaan dan pembuktian berimbang guna ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Qanun ini”
ff. Pengakuan adalah pernyataan dalam bentuk lisan atau tertulis oleh pelaku pelanggaran hak asasi manusia tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya atau ikut dilakukannya di hadapan komisi.
gg. Pengungkapan Kebenaran adalah serangkaian tindakan komisi untuk mencari dan menemukan peristiwa pelanggaran HAM yang tidak berat pada masa konflik di Aceh untuk tujuan rekonsiliasi korban dan pelaku yang meliputi pengumpulan informasi dan dokumen, investigasi, pengambilan pernyataan dan publikasi.
hh. Penyelidik adalah anggota komisi dan orang lain atau lembaga yang diberi wewenang dan tugas oleh komisi untuk melaksanakan penyelidikan/investigasi.
ii. Investigasi adalah salah satu tindakan komisi dalam mengungkapkan kebenaran tentang tindak pelanggaran HAM yang tidak berat, yang dilakukan berdasarkan informasi dan data yang terkumpul untuk menemukan korban, pelaku, dan bentuk pelanggaran guna rekonsiliasi
jj. Investigator adalah anggota komisi atau orang lain atau lembaga yang diberi wewenang dan tugas oleh komisi untuk melakukan investigasi.
kk. Region adalah penggabungan beberapa kabupaten, berdasarkan kedekatan wilayah untuk memudahkan pengawasan dan koordinasi dan memaksimalkan peran dan tugas komisi.
BAB II ASAS, TUJUAN dan PRINSIP KERJA
Pasal 2 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bekerja berdasarkan asas sebagai berikut:
a. Keislaman; b. Independensi; a. Imparsialitas; b. Non-diskriminasi; c. Demokratisasi; d. Keadilan dan kesetaraan; e. Kepastian hukum.
Pasal 3 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Aceh bertujuan untuk:
a. mengungkapkan kebenaran tentang pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu serta menjamin proses pengungkapan kebenaran yang adil dan bermartabat;
b. membantu mencapai rekonsiliasi antara pelaku pelangaran HAM baik individu maupun lembaga dengan korban;
c. merekomendasikan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM, sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban;
a. Pasal 4
Komisi dalam melaksanakan tujuannya didasarkan pada prinsip kerja: a. Partisipasi; b. Transparansi; c. Mengutamakan perlindungan dan pemulihan korban; d. Menolak Impunitas; e. Hak jawab bagi pelaku (Due Process of Law); f. Pembuktian yang berimbang (on the Balance of probability); g. Pertanggungjawaban individu dan institusi; h. Pencegahan keberulangan; i. Komplementer; j. Pendekatan Keberagaman; k. Perspektif Gender; l. Profesionalitas.
BAB III KELEMBAGAAN
Bagian Pertama
Penetapan dan Kedudukan
Pasal 5 (1) Komisi bersifat nonstruktural dan independen yang dipilih oleh DPRA/DPRK yang
kepengurusannya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota. (2) Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertanggungjawabkan
kinerjanya kepada Gubernur/Bupati/Walikota dan melaporkan kepada DPRA/DPRK secara periodik dengan mempublikasikan laporannya kepada masyarakat.
(3) Komisi berkedudukan di Ibu Kota Provinsi dan di Ibu Kota Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua Organisasi
Pasal 6
(1) Komisi Aceh terdiri dari 11 (sebelas) orang Komisioner dengan ketentuan bahwa minimal 4 (empat) diantaranya adalah perempuan.
(2) Komisi Aceh dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua komisioner dan 3 (tiga) orang wakil ketua komisioner yang bertanggungjawab atas keseluruhan program Komisi serta 7 (tujuh) orang komisioner regional.
(3) Susunan kepengurusan Komisi Aceh ditentukan dalam rapat paripurna pertama.
Pasal 7 (1) Komisioner regional adalah bagian dari Komisi Aceh yang ditempatkan di
wilayah regional yang telah ditetapkan oleh Komisi. (2) Komisioner Regional terdiri dari 7 (tujuh) orang yang bertanggungjawab secara
khusus terhadap pelaksanaan mandat Komisi di masing-masing region yaitu: a. Region I yang terdiri dari daerah Sabang, Banda Aceh dan Aceh Besar; b. Region II: Pidie dan Pidie Jaya; c. Region III: Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara; d. Region IV: Aceh Timur, Langsa dan Tamiang; e. Region V: Singkil, Aceh Selatan, Simelue, Aceh Barat Daya, Subulussalam; f. Region VI: Nagan Raya, Aceh Barat dan Aceh Jaya; g. Region VII: Gayo Luwes, Aceh Tenggara, Aceh Tengah dan Bener Meriah;
Pasal 8
(1) Komisi kabupaten/kota terdiri dari 3 (tiga) orang Komisioner dengan ketentuan bahwa minimal 1 (satu) diantaranya adalah perempuan.
(2) Komisi kabupaten/kota dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 2 (dua) orang anggota yang bertanggungjawab atas keseluruhan program Komisi di masing-masing kabupaten/kota.
Bagian Ketiga Pertanggungjawaban
Pasal 9
(1) Komisi menyampaikan pertanggungjawaban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) secara periodik: a. setiap 6 (enam) bulan; b. setiap akhir tahun; c. karena hal-hal khusus; dan d. pada akhir masa jabatan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat terbuka untuk umum dan dapat disebar luaskan melalui media massa.
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 10 (1) Calon Komisioner Aceh diajukan oleh Gubernur kepada DPRA sebanyak 21 (dua
puluh satu) orang dengan ketentuan 9 (sembilan) orang diantaranya adalah perempuan.
(2) Seleksi calon komisioner Aceh dilakukan oleh Gubernur dengan membentuk panel seleksi yang akan memfasilitasi proses nominasi publik.
(3) Panel Seleksi terdiri dari lima orang, masing-masing perwakilan kelompok korban, organisasi HAM, kelompok perempuan, tokoh adat/pemuka agama dan akademisi dengan keterwakilan perempuan minimal 30%.
7
(4) Panel Seleksi bertugas melaksanakan rekrutmen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh gubernur, di tingkat propinsi dan region pada saat yang bersamaan.
(5) Panel Seleksi menyusun usulan nominasi sebanyak jumlah Komisioner berdasarkan kriteria dari nama-nama yang dicalonkan masyarakat.
(6) Usulan nominasi disampaikan kepada Gubernur untuk diajukan DPRA. (7) DPRA melakukan uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih 11 (sebelas) orang
komisioner dan 3 (tiga) orang cadangan komisioner.
Pasal 11 (1) Calon komisioner Kabupaten/kota diajukan oleh Bupati/walikota kepada DPRK
sebanyak 9 (sembilan) orang dengan ketentuan 3 (tiga) orang diantaranya adalah perempuan.
(2) Seleksi calon komisioner kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota dengan membentuk panel seleksi yang akan memfasilitasi proses nominasi publik.
(3) Panel seleksi terdiri dari lima orang, masing-masing perwakilan kelompok korban, organisasi HAM, kelompok perempuan, tokoh adat/pemuka agama dan akademisi dengan keterwakilan perempuan minimal 30%.
(4) Panel seleksi bertugas melaksanakan rekrutmen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh gubernur.
(5) Panel seleksi menyusun usulan nominasi sebanyak jumlah calon komisioner berdasarkan kriteria dari nama-nama yang dicalonkan masyarakat.
(6) Usulan nominasi disampaikan kepada bupati/walikota untuk diajukan ke DPRK. (7) DPRK melakukan uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih 3 (tiga) orang
komisioner dan 1 (satu) orang cadangan komisioner.
Pasal 12 Syarat dan kriteria untuk menjadi anggota Komisi adalah:
a. warga Negara Indonesia yang berdomisili di Aceh; b. sehat jasmani dan rohani; c. berumur sekurang-kurangnya 30 tahun; d. pedidikan serendah-rendahnya sarjana; e. bukan pengurus partai politik; f. memiliki moral dan berkepribadian yang baik; g. bukan pelaku ataupun yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM, pelaku
tindak pidana korupsi atau pelaku tindak pidana lainnya; h. memiliki keberpihakan kepada korban, terutama korban pelanggaran HAM; i. memiliki komitmen dalam kerja-kerja penegakan HAM yang ditunjukkan dengan
rekam jejak pengalaman; j. memiliki pemahaman dan visi tentang kerja-kerja pengungkapan kebenaran,
pemulihan korban dan rekonsiliasi; k. memahami kearifan lokal dan konteks konflik Aceh; l. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan hukuman 5 tahun penjara atau lebih, kecuali tindak pidana politik; m. tidak merangkap jabatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Rabu, 28 April 2010 | 14.06 | 0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar